Kepala Perwakilan Ombudsman Banten
BANTENESIA.ID, SERANG – Jelang debat Pilgub Banten kedua, Kamis (7/11/2024) mendatang, Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten memandang perlu memberikan catatan, baik yang berkenaan dengan penyelenggaraan debat maupun menyangkut substansi debat pada kandidat.
Pertama, Ombudsman Banten mengapresiasi KPU Provinsi Banten yang merancang penyelenggaraan Debat Pilgub Banten 2024 sebanyak 3 (tiga) kali-opsi maksimal penyelenggaraan debat. Dengan demikian, KPU Provinsi Banten mengoptimalkan peluang untuk memberikan kesempatan Masyarakat Banten guna mengenal lebih jauh para calon gubernurnya melalui forum adu ide dan gagasan.
Kedua, pemilihan panelis yang independen dan berasal dari latar belakang kepakaran diharapkan memacu dinamika diskusi/debat yang menantang kompetensi para calon gubernur. KPU Provinsi Banten juga telah melakukannya dengan cukup baik. Dengan begitu, Masyarakat dapat melihat bagaimana keprigelan masing-masing kandidat menjawab, mengurai, dan menyampaikan pandangan ataupun isi hatinya, kendati keterbatasan waktu pada gilirannya tidak semua isu penting dapat terbahas dalam debat. Belum lagi melihat debat sebelumnya dimana mayoritas kandidat masih senang menggunakan slogan dan memainkan isu personal alih-alih mempertajam ide bagaimana membumikan visi maupun misi yang diusungnya.
Integritas dan Pelayanan
Salah satu isu utama yang belum banyak tereksplorasi pada debat pertama adalah pelayanan publik dan pembenahan tata Kelola pemerintahan/birokrasi. Padahal, Banten menghadapi tantangan dan permasalahan yang nyata. Mengacu pada Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK Tahun 2023, Nilai/Skor Provinsi Banten adalah 69.08 atau turun 1.63 poin dari tahun sebelumnya. Nilai/Skor SPI Provinsi Banten Tahun 2023 berada di bawah Indeks SPI Nasional (70.97) dan masuk kategori Rentan (Zona Merah).
"Kerentanan integritas birokrasi dapat menghambat program kerja kepala daerah, siapapun ia dan sebagus apapun gagasannya. Oleh karenanya, para kandidat perlu mencermati betul hal ini dan membangun strategi yang efektif guna memecahkannya," terangnya.
Bertaut langsung dengan pelayanan, pada tahun 2023 Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten menerima 599 keluhan Masyarakat. Paska verifikasi, sebanyak 202 laporan diantaranya bisa ditindak-lanjuti dengan proses pemeriksaan. Ombudsman Banten menemukan terjadinya maladministrasi dari 73% Laporan Masyarakat tersebut.
Sebagai gambaran yang lebih besar, Sejak tahun 2013 sampai dengan 30 September 2024, Ombudsman Banten menangani 1.798 laporan dugaan maladministrasi. Jumlah tersebut merupakan hasil verifikasi dari 3.501 keluhan Masyarakat di wilayah Provinsi Banten. Pertahun, Ombudsman Banten rata-rata menangani sekitar 200 Laporan dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Banten.
Apabila ditilik dari data Laporan Masyarakat yang diterima/ditangani Ombudsman Banten sejak terbentuk, dapat terpotret permasalahan pelayanan publik di wilayah Provinsi Banten sebagai berikut:
Grafik 1. Jumlah Laporan Masyarakat per Substansi Pengaduan di Ombudsman Banten Tahun 2014-2024.
Sebaran sumber atau asal muasal warga yang melapor ke Ombudsman secara umum cukup merata. Lazimnya berdasarkan kondisi geografis dan sebaran demografi, Provinsi Banten acap dibagi menjadi daerah Utara (urban) dan Selatan (rural). Namun, asal Pelapor Ombudsman tidak terpusat pada wilayah perkotaan saja. Sebanyak 16 persen berasal dari Kota Serang dan Kabupaten Tangerang, 14 persen Kota Tangerang, 11 persen dari Kabupaten Pandeglang, 10 persen dari Kabupaten Serang, sisanya secara berurutan mulai dari Kabupaten Lebak (7%), Kota Tangerang Selatan (6%), Kota Cilegon (5%), dan luar Banten (16%).
Sebaran permasalahan pelayanan publik yang dilaporkan kepada Ombudsman Banten cukup bervariasi. Berdasarkan pengelompokkan instansi penyelenggara layanan, berikut data Laporan Ombudsman Banten:
Grafik
2. Jumlah Laporan Masyarakat per Instansi Terlapor di Ombudsman Banten Tahun 2014-2024 Masyarakat menyampaikan Laporan/Pengaduan kepada Ombudsman Banten menyangkut berbagai dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan layanan publik. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Ombudsman, berikut klasifikasi dugaan maladministrasi di wilayah Provinsi Banten yang dilaporkan/ditangani Ombudsman:
Grafik
3. Jumlah Laporan Masyarakat per Jenis Dugaan Maladministrasi di Ombudsman
Banten Tahun 2014-2024
Hingga semester I tahun 2024, Ombudsman Banten melakukan pemeriksaan terhadap 110 Laporan Masyarakat. Melihat data, ada kecenderungan (trend) jumlah Laporan Masyarakat tahun 2024 akan meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Melihat fakta itu, Maladministrasi faktanya masih menjadi musuh pelayanan publik yang baik di wilayah Provinsi Banten.
Kepatuhan Standar Pelayanan Publik dalam melakukan pengawasan, Ombudsman tidak hanya menindaklanjuti Laporan/Pengaduan Masyarakat. Ombudsman juga ditugaskan untuk melakukan upaya pencegahan Maladministrasi. Salah satu program pencegahan Maladministrasi yang Ombudsman lakukan adalah Penilaian Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan Publik sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Penilaian Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan Publik dilakukan kepada seluruh pemerintah
daerah di wilayah Provinsi Banten (Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota) sejak tahun 2015. Penilaian terhadap pemerintah daerah dilaksanakan secara sampling. Ombudsman menilai beberapa instansi daerah kategori substansi layanan dasar (Pendidikan, Kesehatan, Adminduk, Sosial, serta Perizinan dan Penanaman Modal).
Hasil Penilaian Kepatuhan tahun 2023 lalu menunjukkan pemenuhan standar pelayanan pada instansi daerah yang menjadi sampel secara signifikan telah meningkat. Seluruh OPD di wilayah Provinsi Banten yang dinilai Ombudsman memperoleh nilai tinggi dan masuk ke dalam Zona Hijau.
Namun, pada umumnya
tingkat kepuasan Masyarakat terhadap penyelenggaran layanan oleh Pemda (Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota) tidak berbanding lurus dengan hasil penilaian di atas. Masih menjadi pekerjaan rumah bersama untuk menularkan praktek baik di beberapa instansi yang menjadi objek penilaian kepada instansi daerah lainnya agar masyarakat memperoleh pengalaman menyenangkan karena memperoleh
layanan yang lebih baik dan bebas maladministrasi.
Valuasi Kerugian Masyarakat akibat Maladministrasi
Salah satu unsur Maladministrasi adalah adanya kerugian masyarakat, baik sifatnya materiil maupun immateriil. Olehnya, sejak tahun 2022 Ombudsman Banten menghitung potensi jumlah kerugian masyarakat akibat maladministrasi pelayanan yang berhasil diselamatkan. Sampai dengan semester I tahun 2024, berikut valuasi kerugian Masyarakat yang laporannya ditangani oleh Ombudsman Banten.
Grafik
4. Valuasi Kerugian Masyarakat Hasil Pengawasan Ombudsman Banten 2022-2024.
Ombudsman mengidentifikasi dan menghitung potensi kerugian Masyarakat secara finansial (materil langsung) serta kerugian non-finansial (immaterial) dan kerugian ekonomi (tidak langsung). Jumlah kerugian Masyarakat yang diakibatkan oleh maladministrasi cukup tinggi karena substansi permasalahan yang disampaikan kepada Ombudsman juga sangat beragam. Mulai dari persoalan pertanahan, layanan
barang (fisik), layanan air, pelaksanaan putusan, dan lain sebagainya.
Perbuatan melawan hukum, penyimpangan prosedur, kelalaian, pungutan liar, dan bentuk maladministrasi lainnya mengancam hak-hak Masyarakat. Sehingga, maladministrasi perlu diangkat sebagai musuh dan diperangi bersama seluruh pihak yang berkepentingan terhadap layanan publik yang baik.
Komitmen para Calon Kepala Daerah menjadi sangat penting guna mewujudkan pelayanan publik yang berintegritas dan bebas maladministrasi. Dengan kepemimpinan yang berkomitmen dan konsisten dalam menjalankan upaya-upaya serius membangun tata Kelola pemerintahan yang bersih serta layanan publik yang prima, maka dapat tercipta keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan bagi Masyarakat Provinsi Banten.
Penguasan isu atau substansi penyelenggaraan pelayanan publik yang baik adalah fundamen wajib para calon kepala daerah. Dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, pemerintah dapat membuat basis berdasarkan hal-hal yang selama ini Masyarakat butuhkan atau taruh perhatian lebih (keluhkan, kritisi, dsb). Sehingga
kebijakan pemerintah sejalan dengan ration d’etre-nya, bukan malah destruktif atau merugikan masyarakat. (***)