Para pemilik ruko Plaza Cilegon Mandiri, saat menggelar konferensi pers bersama kuasa hukumnya, Sabtu (5/10/2024) di Kantor Hukum Rumbi Sitompul.
BANTENESIA.ID, CILEGON – Kuasa Hukum pemilik ruko di atas Gedung Plaza Cilegon Mandiri (Eks Matahari Lama), Rumbi Sitompil., S.H & Partners, menegaskan akan mengambil langkah hukum Peninjauan kembali (PK) ke Mahmakah Agung (MA) atas sengketa kepemilikan ruko. Upaya ini, merupakan langkah akhir setelah ke tiga tingkatan upaya hukum dilakukan.
Bahkan rumbi menyampaikan, selain upaya PK, pihaknya juga akan melalukan gugatan perlawanan dari pihak ke tiga (Derden Verzet). Alasannya, pemilik ruko (klien) sebagai pembeli yang baik perlu mendapatkan perlindungan hukum.
"Kami akan mengajukan Peninjauan Kembali dan Derden Verzet, serta mempertimbangkan membawa kasus ini ke KOMNAS HAM karena dinilai telah melanggar hak asasi manusia bagi para pemilik ruko. Klien kami merupakan pembeli yang baik yang tidak mendapatkan perlindungan hukum," ucap Rumbi kepada awak media, Sabtu (5/10/2024).
Baca juga;
Pengadilan Tinggi Banten Putuskan Shandy Susanto Sebagai Ahli Waris Mendiang Giok
Persoalan sengketa kepemilikan ruko bermula, adanya pengakuan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Pemkot Cilegon, atas tanah yang ditempat ruko - ruko tersebut. Padahal sebelumnya, para pemilik mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), tidak diberitahukan tentang adanya HPL di atas tanah tersebut.
Rumbi memaparkan, pada tahun 1992-1996, para pemilik membeli ruko dari PT Genta Kumala melalui akta jual beli yang sah di hadapan notaris. Mereka juga telah memperoleh sertifikat HGB untuk masing-masing ruko.
Bahkan kata Rumbi, saat pembelian, PT Genta Kumala menyatakan bahwa sertifikat induk tanah, yaitu HGB No. 107, akan dipecah untuk setiap ruko. PT Genta Kumala juga menjanjikan bahwa status HGB bisa diubah menjadi hak milik setelah 20 tahun. Namun pada tahun 2012, Pemerintah Kota Cilegon mengklaim bahwa, tanah tersebut adalah tanah yang dikelola melalui HPL oleh Pemkot Cilegon dan memastikan bahwa tanah tersebut bukan milik PT Genta Kumala, melainkan tanah negara yang pengelolaan oleh Pemkot Cilegon.
Sampai saat ini, pemilik masih menempati ruko-ruko di area tersebut dan masih akan terus memperjuangkan hak-haknya bersama kuasa hukumnya.
Baca juga;
LSM Gappura Ingatkan Warga Banten Tak Pilih Calon Kepala Daerah Yang Berprilaku Korup
Salah satu pemilik ruko, Tjhia Bui Phin Silly, berharap Pemerintah Kota Cilegon bijaksana dan ikut memperhatikan hak-hak warganya dalam kasus sengketa kepemilikan ruko tersebut. Dan mengaku bahwa, mereka tidak berurusan dengan Pemerintah Kota Cilegon, melainkan dengan PT Genta Kumala.
“Dalam masalah ini sebenarnya kami bukan berhadapan dengan Pemerintah, kami dibohongi oleh PT Genta Kumala. Kami ini juga warga negara dan saya sudah sejak 1982 ada di Cilegon ini. Tolong, berbaik hatilah pemerintah kepada kami warganya ini,” ungkap Phin Silly.
Menurut berbagai ketentuan hukum di Indonesia, pembeli yang beritikad baik seharusnya mendapat perlindungan hukum yang kuat. Beberapa putusan Mahkamah Agung, termasuk Putusan No. 251 K/Sip/1958 dan Yurisprudensi No. 1230 K/Sip/1980, menegaskan bahwa pembeli yang tidak mengetahui adanya cacat atau masalah hukum dalam objek yang dibelinya harus mendapatkan perlindungan hukum.
SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No. 7/2012 juga menyebutkan bahwa pembeli beritikad baik harus dilindungi, meskipun di kemudian hari diketahui bahwa penjual tidak memiliki hak penuh atas tanah tersebut. Para pemilik ruko merasa bahwa mereka memenuhi syarat sebagai pembeli beritikad baik karena telah melakukan pembelian sesuai prosedur yang sah. Mereka juga sudah membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Pajak Bumi dan Bangunan selama bertahun-tahun.
Para pemilik ruko ini bahkan taat selama ini taat aturan dengan membayar pajak PBB hingga tahun 2017, sebelum akhirnya disetop sendiri oleh Pemkot Cilegon. Padahal HGB pemilik ruko sudah tidak bisa diperpanjang sejak 2012, tapi Pemerintah kenapa tetap memungut PBB sampai 2017, dan itu pun para pemilik ini menaati ketentuan itu,” jelas Rumbi.
“Berdasarkan hal ini, terbukti kan bahwa mereka ini adalah warga negara dan sebagai pembeli yang beritikad baik. Seharusnya status kepemilikan mereka bisa diakui pemerintah," tambahnya.
Setelah serangkaian kegagalan di pengadilan, para pemilik ruko masih berharap ada solusi yang adil bagi mereka.
Para pemilik ruko meminta agar Pemkot Cilegon memberikan ganti rugi yang layak jika ruko-ruko tersebut memang harus dikosongkan. Selain itu, mereka juga meminta perpanjangan HGB selama 20 tahun sebagai bentuk kompromi, agar dapat mengembalikan modal yang sudah mereka keluarkan untuk membeli ruko tersebut.
Mereka juga menekankan pentingnya dialog antara pemerintah dan pemilik ruko. Menurut mereka, tindakan sepihak yang dilakukan pemerintah hanya akan memperparah situasi dan menambah ketidakpastian hukum.
“Kami berharap pemerintah lebih mengutamakan dialog dan negosiasi daripada mengambil tindakan sepihak. Kami hanya ingin hak klien kami sebagai pembeli beritikad baik diakui dan dihormati," tandas Rumbi.
(Agh/01)