Shandy Susanto (tengah) ditemani suami (kanan) dan pengacaranya (kiri) saat jumpa pers.
BANTENESIA.ID, CILEGON – Merasa ada kejanggalan dalam proses hukum perkara yang ditangani, Rumbi Sitompul,SH. dan BM. Oktobernard Sitompul,SH, Pengacara Hukum Shandy Susanto, korban yang bakal kehilangan hak warisnya, melaporkan Majelis Hakim PN Serang pada perkara Nomor 171/ Pdt.G/ 2023/ PN. Srg ke Komisi Yudisial (KY) dan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI (Bawas MA).
Menurut Rumbi, laporan dibuat karena adanya dugaan dan indikasi kuat terkait terjadinya Pelanggaran Kode Etik dan Perlilaku Hakim yang dilakukan para Hakim Terlapor karena telah memperlihatkan sikapnya yang secara terang-terangan berpihak dan diduga kuat telah menerima gratifikasi atau semacam itu dari pihak Penggugat.
Sikap dan perilaku oknum Hakim tersebut terlihat selama memeriksa perkara dengan memberikan perlakuan yang istimewa kepada Penggugat. Dugaan ini kemudian diperkuat dengan amar putusan dan pertimbangan hukum oleh hakim terlapor yang dinilai sengaja dibelokkan dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan Ilmu Pengetahuan hukum yang ada.
Bahkan Hakim Terlapor dinilai terlalu berani memutus perkara dengan melampaui batas-batas wewenang yang ditentukan oleh Undang-Undang yakni memutus dengan putusan yang dikenal dengan istilah putusan “Ultra Petita”, demi untuk memenangkan atau memenuhi tuntutan Penggugat.
“Kami telah menguraikan secara detail dan terperinci tentang semua perbuatan para Hakim yang bersangkutan pada Laporan kami ke KY dan ke Bawas MA RI. Tembusan Laporan turut kami sampaikan dan telah diterima oleh Ketua PT Banten dan Ketua PN.Serang," kata Rumbi dalam keterangan konfrensi persnya, Rabu (21/8/2024) malam.
Adapun Majelis Hakim yang dilaporkan Rumbi, adalah Majelis Hakim berinisial N.A, SH.MH, yang menjabat sebagai Wakil Ketua PN Serang, H.C, SH, dan Dr. BD, SH,MH selaku Hakim Anggota.
Menurut Rumbi, putusan perkara Nomor 171/ Pdt.G/ 2023/ PN. Srg telah sangat merugikan kliennya Shandy Susanto, sebagai Anak Angkat yang Sah WNI Turunan Tionghoa yang diangkat sejak bayi dan telah disahkan melalui Penetapan Pengadilan Negeri Serang pada tahun 2003.
Lanjut Rumbi, sesuai dengan ketentuan hukum perdata yang berpedoman kepada Statblad ( Stb) 1917 No 129 dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Istimewa Jakarta Nomor 907/ 1963, tanggal 29 Mei 1963 dan Surat Edaran Mahkamah Agung RI telah disebutkan secara tegas bahwa Anak Angkat WNI Tionghoa baik laki-laki maupun perempuan yang telah disahkan pengangkatannya dengan Penetapan Pengadilan adalah sebagai Ahli Waris dari Orangtua Angkatnya.
Bahkan, Shandy Susanto tersebut adalah Ahli Waris satu-satunya dari Ibu Angkatnya Almarhum KUMALAWATI alias ONG GIOK HWA. Karena kliennya adalah anak angkat satu-satunya dari Almarhum Ibu angkatnya tersebut. Akan tetapi pada putusan perkara Nomor 171/ Pdt.G/ 2023/ PN. Srg tersebut, para Hakim Terlapor justru memutus perkara tersebut dengan menyatakan kliennya bukan sebagai Ahli Waris dari Ibu Angkatnya.
Dan menunjuk saudara-saudara dari Ibu Angkatnya dan seorang anaknya sebagai Ahli Waris. “Para Hakim ini sudah sangat keterlaluan, dan sudah sengaja membelokkan dan mengacaukan hukum. Mau kemana lagi masyarakat mendapatkan penegakan hukum dan keadilan yang benar, jika para Hakim di Pengadilan sudah bersikap seperti ini?“ ucap Rumbi dengan nada suara yang tinggi.
Masih kata Rumbi, menurut pasal 68 A ayat (2) Undang-Undang No 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No 2 tahun 1986 tentang PERADILAN UMUM yang menyebutkan “ Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar.
Demikian halnya pada Kode Etik Hakim secara tegas telah disebutkan bahwa Hakim dalam memutus suatu perkara harus mempertimbangkan kebenaran yuridis, kebenaran filosofis dan sosiologis. Kebenaran yuridis artinya landasan hukum yang dipakai telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Jadi bukan pertimbangan yang asal -asalan atau putusan yang mengada-ada.
Oleh sebab itu, semua wewenang dan tugas yang dimiliki oleh hakim harus dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan tanpa pandang bulu dengan tidak membeda-bedakan orang seperti diatur dalam lafal sumpah seorang hakim.
Dengan melaporkan Majelis Hakim PN. Serang tersebut ke KY dan ke Bawas MA, Rumbi berharap agar laporan atau pengaduannya tersebut dapat segera disikapi dan ditindak lanjuti oleh KY dan BAWAS MA RI dengan memeriksa Hakim-Hakim terlapor dengan segera cermat dan seksama serta mengenakan sanksi berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Sehingga dengan itu, diharapkan akan ada “efek jera” bagi Hakim-Hakim Nakal di semua tingkat Pengadilan, yang selama ini mungkin telah melakukan perbuatan tercela, yang dengan sengaja telah merusak dan mencederai hukum dan rasa keadilan di masyarakat, demi memperoleh sesuatu untuk kepentingan dirinya pribadi.
"Hakim-Hakim yang berperilaku seperti ini harus segera dibasmi dari semua Pengadilan di Indonesia, agar dengan itu Institusi Pengadilan sebagai benteng terakhir penegakan hukum di Indonesia, mampu memenuhi harapan dan kepercayaan rakyat atau masyarakat pencari keadilan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945," terang Rumbi
Saat ini perkara Nomor 171/ Pdt.G/ 2023/ PN. Srg tersebut telah diajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Banten dan berdasarkan Surat Tanda Terima dari PT. Banten, perkara Banding tersebut terdaftar pada register perkara Nomor 176/ Pdt/ 2024/ PT. Btn.
Rumbi juga berharap, agar Majelis Hakim PT. Banten yang memeriksa perkara ini ditingkat Banding, dapat memeriksa dan memutus perkara tersebut dengan berpegang teguh pada kebenaran dan rasa keadilan dengan berpedoman kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku . ”Jangan terulang lagi seperti yang telah dilakukan oleh Majelis Hakim PN. Serang ini “ tutup Rumbi.
Diketahui, Laporan ke Komisi Yudisial telah disampaikan melalui Surat Laporan Nomor 90/ PGDN/ KY/ VIII/ 2024, tanggal 5 Agustus 2024, yang telah diterima langsung di Kantornya di Jl. Kramat Raya 57 Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2024. Dan untuk Laporan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI disampaikan melalui Surat Nomor 90/ PGDN/ KY/ VIII/ 2024, tanggal 5 Agustus 2024 dan telah diterima langsung di Kantornya di Jl. Jend.A. Yani Jakarta, pada tanggal 6 Agustus 2024 lalu.
(*/Red)