BANTENESIA.ID, CILEGON – Ombudsman Banten menyoroti pelaksanaan arus mudik tahun 2024 dengan menurunkan tim untuk melakukan pemantauan langsung. Tidak terkecuali di Pelabuhan PT Pelindo Regional 2 Banten Ciwandan yang menjadi Pelabuhan untuk penyeberangan pemudik tujuan Pulau Sumatera.
“Apa yang terjadi pada musim mudik tahun ini, harus menjadi bahan evaluasi seluas-luasnya bagi para pihak yang berwenang apakah Pelabuhan Ciwandan ini akan dimanfaatkan untuk arus mudik kembali. Karena jika dikaitkan dengan pelayanan publik, maka apa yang terjadi saat ini jauh dari Pelayanan Prima," ujar Kepala Ombudsman Banten Fadli Afriadi melalui keterangan tertulisnya kepada Bantenesia.id.
Karena itu sambung Fadli, jika tahun depan Pelabuhan Ciwandan akan kembali difungsikan untuk pemudik, maka harus benar-benar dipastikan bahwa masyarakat mendapatkan haknya dengan baik.
“Saran kami, koordinasi antar semua pihak harus lebih ditingkatkan, dan ASDP perlu melakukan perbaikan dari segala sisi," kata Fadli.
Dari hasil pemantauan tim Ombudsman Banten dilapangan, terlihat sepanjang Jalan Lingkar Selatan Kota Cilegon dimana ruas jalan digunakan sebagai jalur mudik tujuan Sumatera melalui Pelabuhan PT Pelindo Ciwandan terlihat ramai lancar. Terlihat juga antrian truck yang berjajar di sepanjang jalan tersebut.
Kemudian, lokasi cheking point kendaraan bermotor yang disediakan ASDP dilengkapi beberapa fasilitas seperti toilet, mushola, posko Kesehatan dan BPBD Kota Cilegon amat disayangkan lantaran cheking point tersebut kurang dimanfaatkan para pemudik pada siang hari.
Buffer Zone yang disediakan didalam Pelabuhan yang dilengkapi tenda untuk beteduh hanya berkapasitas 2000 pemotor. Sementara, jika pemudik yang datang melebihi kapasitas, maka antrian akan mengular di sepanjang halaman Pelabuhan tanpa dilengkapi tenda pelindung dari terik matahari maupun hujan.
Dalam tenda Buffer Zone sendiri listrik beberapa kali mengalami pemadaman sehingga blower pendingin di dalam tenda dalam kondisi mati. Tak ayal pemudik yang mengantri mengeluhkan panas dan tidak sedikit yang kelelahan bahkan ada yang jatuh pingsan hingga harus dibawa ke Posko Kesehatan untuk mendapatkan perawatan.
Selain itu, masyarakat sendiri mengeluhkan lamanya antrian ke dalam Kapal tanpa adanya kepastian waktu keberangkatan. Terlebih sejak mulai tanggal 6 April 2024 malam, Pelabuhan Ciwandan juga dapat menerima pemudik menggunakan mobil pribadi.
Tim yang melakukan pemantauan langsung ke dermaga pemberangkatan melihat tidak adanya pagar pengaman langsung ke laut di sepanjang dermaga. Fasilitas di dalam salah satu kapal yang digunakan untuk menyebrang juga kurang memadai dengan jumlah pemudik didalamnya. Sehingga pemudik duduk dipelataran Kapal beralaskan tikar.
Ombudsman Terima Keluhan Masyarakat
Dari pantauan yang dilakukan tim secara langsung dan interaksi dengan pemudik, Ombudsman banyak menerima keluhan diantaranya terkait kendala pembelian tiket online melalui aplikasi Ferrizy mengalami kendala sejak malam sabtu hingga Pagi. Sehingga pemudik tidak bisa membeli tiket melalui aplikasi tersebut.
Pemudik yang akhirnya membeli tiket melalui jasa penjualan tiket yang ada di sepanjang jalan menuju Pelabuhan Ciwandan dengan tiket harga Rp90.000. Sedangkan jika melalui online harganya hanya Rp62.000, terdapat selisih Rp28.000.
Kendati beberapa fasilitas sudah tersedia, masyarakat berharap lebih baik lagi termasuk fasilitas umum dan jam keberangkatan kapal sehingga pemudik tidak harus menunggu ber jam-jam. Jika dibandingkan dengan fasilitas di Pelabuhan Merak, menurut masyarakat perbedaan yang terjadi sangat jauh dari segi fasilitas dan keberangkatan kapal, karena di merak lebih memadai.
“kami berharap fasilitas yang kami terima sama dengan di Merak karena harga tiket yang kami bayarkan sama” ujar salah satu pemudik.
Pada kesempatan tersebut, Tim Ombudsman juga mendapatkan keterangan dari berbagai pihak salah satunya adalah dari PT Pelindo, dimana pengelola Pelabuhan Ciwandan hanya menyediakan lahan dan dermaga. Namun segala bentuk fasilitas dan sistem pembelian tiket merupakan kewenangan dari ASDP.
Informasi yang Ombudsman dapatkan dilapangan juga bahwa keterlambatan datangnya Kapal salah satunya dikarenakan di Pelabuhan Bakaheuni sendiri hanya disedikan 2 dermaga untuk menerima kedatangan Kapal dari Ciwandan dan Merak. Sehingga Kapal yang datang di Bakaheuni harus antri dan ketika kembali ke Pelabuhan Ciwandan tidak sesuai dengan waktunya.
Dari hasil pemantauan tersebut, Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten berpendapat, kendati segala fasilitas yang tidak permanen disediakan oleh ASDP di Pelabuhan Ciwandan, namun dengan kondisi membludaknya pemudik mengakibatkan pelayanan tidak nyaman, tidak ada kepastian keamanan, dan tidak ada kepastian pelayanan bagi masyakarakat.
(Agh/01)