BANTENESIA.ID, CILEGON – Disfungsi trotoar yang terjadi di Jalan Lingkar Selatan (JLS) Cilegon menggambarkan kemungkinan terjadinya kelalaian perangkat pemerintah kota, pembiaran atau persekongkolan atau bahkan bentuk ketidak mampuan pemerintah dalam menata kelola daerahnya.
Belum lama paska pembangunan rekontruksi JLS, trotoar kembali banyak digunakan untuk kepentingan pribadi. Padahal ketersediaan fasilitas trotoar merupakan hak pejalan kaki.
Ketua Komisi IV DPRD Kota Cilegon Erick Airlangga menyampaikan, saat melakukan sidak banyak ditemukan bangunan permanen yang memakan aset pemerintah dalam hal ini trotoar. Karena itu dia meminta persoalan tersebut segera ditindaklanjuti.
"Kemarin saya minta Dinas PU, Disperindag dan Satpol PP untuk segera mengclearkan itu, karena apa, takutnya terjadi seperti wilayah lain contohnya di Cikuasa," ujar Erick.
Jika dibiarkan lanjut Erick, akan menimbulkan masalah baru karena mereka (pelanggar) enggan direlokasi. Disinggung soal apakah disfungsi trotoar merupakan bentuk pelanggaran hukum, dirinya membenarkan hal tersebut. Meski begitu, dia tidak menyoal keberadaan pedagang, namun lebih fokus kepada penguasaan aset pemerintah yang digunakan untuk kepentingan pribadi.
Erick mengaku, OPD terkait akan menindaklanjuti persoalan tersebut paska pemilu. Karena ini merupakan tahun politik, maka kehawatiran ihwal keamanan pilpres pileg jika dilakukan dalam waktu Ini.
Sementara itu, anggota Komisi V DPRD Provinsi Banten Dede Rohana Putra mengatakan pemerintah kota perlu menindakan tegas pelanggar disfungsi trotoar. Jika tidak, maka akan mengundang pelanggar-pelanggar lain memanfaatkan lahan tersebut.
"Apalagi trotoar sekarang sudah bagus, kalau dibiarkan sejak awal ini akan semakin banyak dan lebih susah menertibkannya nanti," ujarnya.
Fungsi trotoar kata dia, adalah untuk pejalan kaki, termasuk untuk keindahan dan penataan kota, bukan untuk para pedagang kaki lima. Apalagi jalur tersebut merupakan jalur padat yang jika ada mobil terparkir sembarangan bisa menyebabkan kemacetan.
Karena itu tindakan tegas diperlukan, sehingga trotoar JLS bisa digunakan sebagai mana mestinya seperti untuk pejalan kaki, bisa untuk berjogging, bisa menjadi pedestarian kota yang cantik dan bisa menjadi ruang terbuka hijau.
Ada beberapa perangkat daerah yang bertanggungjawab terakit penertiban disfungsi trotoar JLS seperti, dinas PU, Disperindag, Satpol PP dan Perkim. Sehingga dalam berkordinasi sesama OPD tidak perlu bertele-tele dan memerlukan waktu yang lama. Seperti halnya alasan klasik Satpol PP harus menunggu surat permohonan penertiban dari OPD lainnya saat hendak melakukan tugasnya.
"Itu bukan alasan, masa harus menunggu berbulan-bulan berminggu-minggu. Kalau kordinasi sesama OPD saja buruk, bagaimana kordinasi dengan masyarakat. Merekakan Wali Kotanya satu," tutupnya.
Penting diketahui, berdasarkan UU LLAJ Pasal 28 ayat (2), setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan. Terdapat 2 (dua) macam sanksi yang dapat dikenakan pada orang yang menggunakan trotoar sebagai milik pribadi dan mengganggu pejalan kaki:
1. Ancaman pidana bagi setiap orang yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan adalah pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah) (Pasal 274 ayat (2); atau
2. Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) (Pasal 275 ayat (1).
Selain itu, Pemerintah Kota Cilegon juga memiliki Perda K3 yang mengatur tentang larangan penggunaan trotoar untuk kepentingan pribadi.
(Agh/01)