Debat Perdana Capres, Dewan Pakar ASC Sebut Paslon Nomor Urut 1 Layak Jadi Pemimpin

Silvy S Haiz. SH. Pengacara Rakyat (Dok/Ist).

BANTENESIA.ID, CILEGON – Dewan Pakar komunitas Akur Sekabeh Cilegon (ASC) sekaligus Pengacara Rakyat Evi Shofawi Haiz menilai debat Calon Presiden Republik Indonesia yang digelar di stasiun televisi Selasa (12/12/2023) malam, menggambarkan mana calon yang layak menjadi pemimpin dan mana yang terobsesi menjadi penguasa.

"Dari debat semalam, saya melihat hanya satu yang benar-benar sesuai dengan cita-cita amanat rakyat Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU 45 yakni Anis Baswedan," kata Silvy panggilan akrab Evi Shofawi Haiz, Rabu (13/12/2023).

Bagaimanapun kata Silvy, Anis sudah menjalankan konsitusi dan UU 45 terkait dengan menyuarakan keadilan, menyuarakan tentang Negara kita adalah Negara Hukum dan soal bicara kekuasaan. Itu yang harus dijadikan catatan, khususnya dalam memilih estapet kepimpinan Indonesia ke depan. Karena kata Silvy, Indonesia saat ini sedang carut marut apalagi bicara soal hukum dan keadilan.

Baca : Mengawal Demokrasi dan Pemilu 2024, ASC Siapkan Lembaga Adat

Terbukti dengan adanya keputusan MK, sudah merobek sendi-sendi keadilan bangsa sekaligus bentuk penghianatan terhadap UU 1945.

"Jadi kalau ada calon presiden yang sudah tidak beretika dan menghianati UUD, itu terkait dengan menjujung etika dan hukum saya rasa Anis lebih unggul dari Paslon lain," jelas Silvy.

Disinggung, point apa yang menarik bagi Silvy atas statemen Anis Baswedan dalam debat perdana dalah bicara soal keadilan, dimana itu sebuah fakta bahwasanya pemimpin kita saat ini fenomenanya pada Pilpres ini merupakan Pilpres yang tidak beretika dan menabrak sendi-sendi hukum.

Kalau calon Presiden sudah menabrak etika, itu sudah menjadi tanda bahaya. Maka rakyat harus berhati-hati, pemilihan ini bukan memilih ketua RT, melainkan memilih seorang calon Kepala Negara yang bertangungjawab terhadap hajat seluruh rakyatnya. Apalagi melihat aksi capres yang joget-joget seperti yang dipertontonkan saat debat dimana ekspresi capres cawapresnya terkesan seperti terkena gangguan mental.

Karena itu ia melihat ada dua pilihan capres yang beretika dalam debat perdana itu yakni Ganjar dan Anis. Akan tetapi Anis lebih baik jika dilihat dari etika dan kejiwaan.

Dewan Pakar pada komunitas Akur Sekabeh Cilegon (ASC), berharap ASC harus menjadi perawat kerukunan sesama warga, merawat keutuhan bangsa, merawat adat Kota Cilegon. Sebagai wadah dari perkumpulan masyarakat Cilegon, ASC harus memberikan kesimpulan apapun baik untuk lokal maupun nasional.

"Oleh sebab itu, ini bicaranya tentang kewaspadaan nasional. Kita harus memiliki kewaspadaan nasional, karena bangsa ini bisa hancur jika kita tidak memilki kewaspadaan nasional. Dengan adanya kewapaspadaan nasional, kita bisa antisipasi adanya serangan dari dalam maupun luar negeri yang ingin menghancurkan bangsa ini," terangnya

Dalam Pilpres ini kata dia, juga berpontensi menjadi serangan yang berasal dari dalam negeri yang bisa menghancurkan bangsa ini. Karena itu, bangsa ini masyarakatnya harus memiliki kewaspadaan nasional terutama dalam memilih calon presidennya, agar melalui pilihannya tidak menghancurkan bangsa ini.

Masih kata Silvy, untuk menjaga bangsa ini dari kehancuran, maka rakyat harus memilih capres dengan cermat mana yang bakal meruntuhkan dan mana yang bakal memajukan. Jika konstitusi dan aturan dihianati dengan kekuasaan maka itu harus diwaspadai dan tidak boleh didukung atau dipilih.

Masyarakat Cilegon harus cerdas, rusaknya bangsa, rusaknya cilegon itu tergantung dari pilihan masyarakatnya. Jadi, pilihlah yang sesuai aturan, karena kita hidup harus menjunjung tinggi ideologi pancasila dan UU 45.

"Dalam kontek kehidupan berbangsa dan bernegara, dan kontek ideologi serta UUD 1945, saya mengajak seluruh anggota ASC, seluruh mayarakat Cilegon untuk menang total AMIN dengan nomor urut 1, menang total di Cilegon, menang total di Banten dan seluruh Indonesia. Kita harus menjungjung tinggi UUD 45 dan Ideologi Pancasila," tutup Silvy.


(Agh/01)




Lebih baru Lebih lama