Penulis : Muhammad Agung Islamy / Mahasiswa Program Studi Ilmu Pangan, Pascasarjana IPB
BANTENESIA.ID – Kental manis (Sweet Condensed Milk) merupakan salah satu produk susu tertua didunia yang telah diproduksi dalam skala industri. Kental manis diproduksi dengan menghilangkan sebagian besar air dari susu sapi segar dan dengan proses penambahan gula dan kental manis itu diawetkan dengan kandungan gulanya, bukan dengan proses sterilisasi. Penemuan pertama dari produk kental manis adalah produk yang dipatenkan di Inggris yang diberikan pada tahun 1810 kepada De Heine untuk mengawetkan susu dan gula dengan memanaskan campuran dalam bejana/ wadah terbuka. Beberapa paten kemudian diberikan pada tahun-tahun berikutnya untuk variasi dan perbaikan dalam optimasi proses industri kental manis ini, hingga pada tahun 1856 Borden diberikan paten oleh Amerika Serikat untuk proses pengolahan kental manis yang masih digunakan sampai sekarang, yaitu menggunakan vacuum evaporator untuk menghilangkan air dari susu dengan tambahan gula.
Kental manis mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1873, pada masa penjajahan Belanda di Indonesia. Pada tahap perkembangan ini masyarakat pribumi banyak mengkonsumsi susu kental manis. Sedangkan steamed milk, masyarakat pribumi pada saat itu banyak yang belum mampu untuk membeli.
Muhammad Agung Islamy / Mahasiswa Program Studi Ilmu Pangan, Pascasarjana IPB.Jenis susu ini umumnya dikonsumsi secara eksklusif di kalangan masyarakat Eropa pada zaman tersebut. Menurut sejarahnya, sejak awal kehadiran kental manis di Indonesia, terjadi kekeliruan dalam penggunaannya. Rumah sakit dan klinik menggunakan produk yang awal nya dengan penggunaan kata “susu” itu untuk memberi makan bayi. Pertengahan tahun 2018, publik dikejutkan dengan pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang tingginya kandungan gula pada kental manis, yang berbanding terbalik dengan kandungan proteinnya yang sangat rendah. Pada saat yang sama, beberapa kematian dilaporkan pada bayi dan anak kecil berusia antara 3 dan 6 bulan yang mengonsumsi kental manis karena status gizi buruk. Kadar sukrosa yang tinggi dapat menyebabkan masalah kesehatan. Oleh karena itu ditetapkan bahwa kental manis saat ini adalah bukan bagian dari jenis produk susu.
Komposisi dan standar produk kental manis telah diatur secara internasional dalam Codex Alimentarius dan undang-undang lain yang mendukung dari setiap negara seperti di Indonesia yakni diatur dalam Peraturan BPOM No. 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan. Standar kental manis umumnya harus memenuhi minimal 8% lemak susu, 28% total padatan susu untuk kental manis yang penuh lemak, dan protein dalam susu padatan tanpa lemak harus lebih tinggi dari 34%. Gula umumnya dianggap sebagai sukrosa, namun dapat pula merupakan
kombinasi sukrosa dengan jenis gula yang lain dan digunakan pada konsentrasi tertentu yang mampu menjaga dan meningkatkan kualitas produk. Kandungan sukrosa dalam produk dihitung sebagai rasio sukrosa/sukrosa dalam air harus sekitar 62,5%, memberikan kandungan sukrosa sekitar 45% untuk kental manis yang penuh lemak. Produk kental manis yang dipersyaratkan hanya boleh mengandung kadar air maksimal sekitar 27%, sehingga faktor konsentrasi padatan susu relatif terhadap air akan sangat tinggi. Kental manis bukan merupakan susu segar dan disebut dengan kental manis rekonstruksi. Susu kental manis rekonstruksi ini dibuat dari bahan-bahan seperti susu susu bubuk skim, air, gula, lemak, vitamin dan bahan lain untuk membuat susu dengan kekentalan tertentu. Saat membuat kental manis, susu terlebih dahulu dipanaskan hingga suhu 65-95°C selama 10-15 menit, dengan tujuan membantu menstabilkan susu selama penyimpanan dan membunuh mikroba patogen dan enzim. Gula kemudian ditambahkan hingga konsentrasi mencapai 62,5%. Selain itu susu diuapkan menggunakan vacuum evaporator dengan tekanan 47 mm Hg pada suhu 51°C sampai mencapai kekentalan pada konsentrasi tertentu, lalu dikemas dalam kaleng/pouch.
Evaporator paling sederhana adalah menggunakan panci terbuka biasa yang dipanaskan dengan uap atau gas langsung. Evaporasi dapat terjadi dari permukaan sementara cairan yang akan diuapkan dipanaskan hingga titik didih sesuai dengan tekanan yang diinginkan. Proses evaporasi dalam industri pangan umumnya memanfaatkan mesin evaporator yang digunakan pada produk pangan guna menghilangkan air pada suhu rendah serta memanaskan produk dalam ruang vakum (vacuum evaporator). Namun saat ini pemanfaatan energi yang efisien telah dirancang ke dalam sistem evaporator dengan menggunakan teknologi penukar panas untuk menghasilkan panas dari uap yang dapat digunakan untuk memberikan energi panas pada efek evaporasi untuk mesin berikutnya. Evaporasi berbeda dengan dehidrasi, karena produk akhir dari proses penguapan tetap cair atau fluida. Ini juga berbeda dari distilasi, karena uap yang dihasilkan di evaporator tidak dibagi lagi menjadi fraksi lain. Pada pada dasarnya evaporator terdiri dari penukar panas yang tertutup dalam ruang atau batch yang besar, sistem perpindahan panas menyediakan sarana untuk mentransfer panas dari uap bertekanan rendah ke produk. Produk di dalam ruang penguapan disimpan di bawah kondisi vakum. Kehadiran vakum menyebabkan perbedaan suhu antara steam dan produk meningkat dan produk akan berada pada suhu didih yang relatif lebih rendah, sehingga meminimalkan kerusakan akibat panas. Uap yang dihasilkan kemudian dialirkan melalui kondensor ke sistem vakum. Uap lalu mengembun di dalam penukar panas dan kondensat dibuang keluar.
Referensi :
Nieuwenhuijse H. (2016). Concentrated Dairy Products: Sweetened Condensed Milk. Reference Module in Food Science. doi:10.1016/b978-0-08-100596-5.00697-1.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2016. Peraturan No. 21 Tahun 2016 tentang Kategori Makanan. Jakarta.
Fang, R., H. Jiang., C. Lin., T. Xia., S. Xu., Q. Chen., G. Xiao. 2023. Characterization and shelf stability of sweetened condensed milk formulated with different sucrose substitutes during storage. Food Chemistry. 404:1342-1350. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2022.134402.
Koswara, 2009. Teknologi Pengolahan Susu. E-book pangan. Jakarta.
Mccharity. 2011. Rheology of Liquid and Semi Solid Milk Products. Elsevier. Amsterdam
Modumier, M., C. A. Panthel., G. G. Guiziou. 2020. Including cleaning and production phases in the eco-design of a milk evaporation process. Food and Bioproducts Processing. 23(2020):427-436. https://doi.org/10.1016/j.fbp.2020-.07.023.
Singh, R. P, and D. R. Heldman. 2009. Introduction Food Engineering: Fourth Edition. Academic Press. America.
Toledo RT. 2007. Fundamentals of Food Process Engineering: Third Edition. Springer. Berlin.
Westergaard. 2010. Milk Technology Evaporation and Spray Drying. GEA Process Engineering. Copenhagen.