Penulis : Boyke Pribadi
BANTENESIA.ID, OPINI – Segala puji syukur patut kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada pembaca semua untuk bertemu kembali dengan bulan mulia yaitu bulan ramadhan. Dalam berbagai literatur ternyata bulan suci Ramadhan memiliki banyak julukan selain disebut Bulan puasa, karena didalamnya diwajibkan bagi ummat muslim yang beri-iman untuk menjalankan ibadah puasa.
Salah satu julukan lain yang sering diberikan kepada bulan ramdhan adalah ‘bulan pendidikan’ atau dalam bahasa arab disebut sebagai ’syahrul at tarbiyah’, karena ternyata dalam satu bulan dalam satu tahun, disediakan bulan sebagai wahana training atau pelatihan bagi ummat Muslim guna menghadapi berbagai cobaan dan godaan kehidupan dan penghidupan. Mengapa disebut bulan pendidikan (tarbiyah) dan bukan bulan pengajaran (taalim)? Padahal selama ini banyak orang menyamakan antar pendidikan dengan pengajaran.
Karena sesungguhnya terdapat perbedaan mendasar antara pemahaman arti kata pendidikan dan pengajaran. Menurut Ki Hajar Dewantara yang diakui sebagai bapak pendidikan nasional Indonesia, pendidikan diartikan sebagai tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, dengan makna lain, pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dalam pengertian tersebut tersirat makna bahwa pendidikan membutuhkan waktu yang lama karana terkait dengan pembentukan karakter dan kebiasaan manusia.
Merujuk kepada definisi pendidikan menurut Menurut UU No. 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Kesamaan dalam definisi ini adalah bahwa pendidikan itu selalu mengaitkan dengan hal yang bersifat ’soft skill’ yaitu berbagai potensi diri seperti kepribadian dan ahlak, disamping pengendalian diri.
Sedangan pengajaran menurut KH Dewantara adalah merupakan bagian dari pendidikan. Ia menyatakan sebagai bahwa ” pengajaran (onderwijs) itu tidak lain dan tidak bukan ialah salah satu bagian dari pendidikan. Jelasnya, pengajaran tidak lain ialah pendidikan dengan cara memberikan ilmu atau pengetahuan kecakapan ”. Artinya pengajaran hanya terkait dengan kegiatan penyampaian ilmu sehingga hanya ditujukan secara khusus terhadap akal manusia.
Dalam pemisalan yang sederhana, dari pengajaran kita semua mengetahui bahwa kualitas keimanan itu pasti naik dan turun, selain berdasarkan pengalaman masing masing orang, juga telah ditegaskan oleh Rasulullah SAW bahwa ”Iman itu kadang naik kadang turun maka perbaharuilah iman kalian dengan la ilaha illallah.” (HR Ibn Hibban). Artinya setiap orang yang belajar akan mendapat ilmu dan mengetahui bahwa iman itu naik-turun. Namun bagaimana untuk menjaga agar iman itu tidak gampang turun, maka dibutuhkan pendidikan sebagai sarana untuk mengubah cara pandang dan kebiasaan yang dapat membuat turunnya iman. Singkatnya, pengajaran adalah untuk menjadi tahu, dan pendidikan untuk menjadi bisa dan biasa.
Dan bulan ramadhan dapat dijadikan wahana yang sangat tepat untuk mendidik berbagai hal, sejak dari yang bersifat jasmani, pola pikir, hingga masalah hati kita. Intinya dalam bahasa modern salah satu hikmah ramadhan adalah menjadi sarana mendidik dan melatih attitude atau sikap kita.
Pertama, sikap kita terhadap Allah SWT selaku Sang Pencipta Kehidupan. Jika selama diluar ramadhan kita terbiasa meng-abaikan perintah dan larangan dari Allah SWT, maka selama ramadhan kita dibiasakan mengikuti segala perintahnya, sekalipun terhadap hal hal yang boleh dilakukan pada saat diluar bulan ramadhan. Diantara hal tersebut adalah makan minum di siang hari. Hanya karena perinta Allah SWT sajalah maka seluruh ummat muslim yang menjalankan ibadah puasa harus menahan diri untuk tidak makan dan minum di siang hari. Kegiatan seperti ini mendidik kita untuk selalu patuh tanpa reserve kepada sang Maha Pencipta, bahwa untuk menjalankan perintah-NYA tidak perlu ada ke-enggan-an apalagi memperdebatkannya. Termasuk ketika kita bersegera memenuhi panggilan-NYA berupa adzan pada saat waktu masuk pada waktu Shalat. Ketika ramadhan, setiap ummat yang ber-iman akan membiasakan dirinya untuk bergegas dan tampil melaksanakan shalat berjamaah pada sesaat setelah berkumandang suara adzan.
Kedua, sikap kita terhadap Nabi Besar Muhammad SAW. Bila selama ini kita jarang melaksanakan sunnah yang menjadi sikap keseharian Rasullullah SAW, maka selama ramadhan kita dididik untuk melaksanakan berbagai sunnah yang diajarkan oleh Beliau. Sunnah untuk melaksanakan sahur, sunah utk melaksanakan shalat rawatib sebelum shalat subuh, sunah melaksanakan dzikir dan wirid setelah shalat subuh, menjalankan shalat dhuha, hingga menyegerakan berbuka puasa dan melaksanakan taraweh pada malam harinya. Rutinitas yang dilakukan selama ramadhan tersebut, diharapkan bisa menumbuhkan myelin (otot memori) yang menurut Rhenald Kasali sebagai otot yang tumbuh berkembang karena kebiasaan kita melakukan sesuatu, sehingga menjadikan hal yang terbiasa melakukan sunnah pada saat diluar bulan ramadhan.
Ketiga, sikap kita terhadap kitab Suci Alqur’an. Sebagai manusia ber-akal tentunya kita sepakat bahwa semua benda yang diproduksi oleh pabrik selalu membutuhkan ’manual book’ atau buku manual agar benda tersebut dapat berfungsi optimal sesuai tujuan pembuatannya. Pihak yang berhak dan berwenang serta memiliki otoritas untuk mengeluarkan buku manual tersebut tentu adalah pabrik selaku pihak yang membuat barang tersebut. Karena pihak pabriklah yang mengetahui secara pasti berbagai spesifikasi pembuatannya sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya. Demikian pula dengan penciptaan manusia, tentunya Sang Maha Pencipta selaku pemilik otoritas terhadap ciptaannya, juga mengeluarkan buku panduan penggunaan agar manusia yang diciptakannya berfungsi secara optimum sebagai khalifah di muka bumi. Dan buku panduan itu adalah Kita Suci Al-qur’an. Sehingga supaya hidup kita optimum sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah SWT, maka sudah seharusnya menjalankan hidup sesuai dengan arahan dan petunjuk Al-qur’an . Pada saat bulan suci inilah, seluruh ummat diharapkan dapat membuka kembali dan mempelajari buku petunjuk kehidupan ini.
Ke-empat. Sikap terhadap sesama mahluk. Perintah menahan lapar yang diwajibkan dalam puasa, salah satunya dimaksudkan agar kita dapat merasakan kondisi yang dialami oleh sebagian saudara kita yang belum ber-untung. Masih banyak manusia lain yang belum beruntung dapat mengisi kebutuhan perutnya seteratur kita ketika lapar. Mereka bahkan berjuang mati matian untuk sekedar mendapatkan pengganjal perut guna bertahan hidup. Sehingga diharapkan kebiasaan menahan lapar yang dilakukan pada bulan ramadhan dapat membangkitkan rasa empati kita, supaya timbul perasaan kemauan untuk berbagai rezeki dan kebahagiaan kepada saudara kita yang belum beruntung. Itula kenapa Rasul SAW mengajarkan agar kita memperbanyak sedekah pada saat bulan puasa ini, karena Allah SWT menjanjikan pahala yang berlipat ganda atas semua amal kebajikan yang dilakukan pada bulan suci ini.
Ke-lima. Sikap terhadap diri sendiri. Berbagai kebebasan yang kita lakukan diluar bulan ramadhan terkadang tanpa kita sadari membawa dampak buruk kepada kondisi diri kita pribadi baik kondisi jasmani maupun rohani. Bila selama ini kita sering makan dan minum berlebihan sehingga membuat beban kerja yang keras bagai organ organ tubuh kita, maka pada saat puasa inilah kita memberikan kesempatan kepada organ tubuh untuk ber-istirahat sekitar 13 jam dalam sehari. Padahal banyak orang yang mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mengikuti program detoksifikasi (pembuangan racun dari dalam tubuh), sementara menurut banyak ahli, berpuasa adalah salah satu jenis detoksifikasi yang sangat bermanfaat untuk tubuh kita. Demikian juga dengan kondisi rohani kita yang selama ini selalu mengutamakan keinginan hawa nafsu dalam mengarungi kehidupan, maka pada bulan suci ini, kita dilatih untuk mengendalikan hawa nafsu agar lebih ter-arah menuju kebaikan.
Dengan demikian, diharapkan setelah mengalami pendidikan dalam waktu singkat selama bulan ramadhan, maka sebagai ummat muslim dapat meraih derajat ketaqwaan sebagai salah satu ciri perubahan yang diharapkan. Semoga kita semua dapat menjalankan ibadah puasa dengan niat untuk merubah menuju kehidupan jasmani dan rohani yang lebih baik. Aamiin.
Artikel ini pernah terbit di Kompasiana.com pada 29 Juni 2014.