Bantenesia.id

2024 Tahun Gelitik

Penulis : Boyke Pribadi / Ketua Ikatan Alumni Lemhanas Program Taplai Provinsi Banten 

BANTENESIA.ID, OPINI– Awal dibukanya tahun 2024 ditandai dengan kenaikan harga elpiji lebih dari 50% yang membikin pusing seluruh ibu rumah tangga dan pelaku industri. Dan yang menarik dari sisi lain naiknya harga elpiji tersebut adalah alibi bahwa Pertamina selaku produsen elpiji mengaku merugi hingga trilyunan rupiah selama ini, dan lebih parah lagi pemerintah berusaha cuci tanga dengan pernyataan bahwa pemerintah tidak bisa meng-intervensi kebijakan pertamina tersebut. Pusing khan…??

Betul, memang memusingkan….Tapi ternyata menurut banyak pakar bahwa sulit atau mudahnya kehidupan atau berat tidaknya beban pikiran sangat tergantung cara pandang yang kita gunakan. Kalau kita memandang dalam kacamata ‘minus’, maka semua fenomena yang terjadi seolah musibah dan negatif bagi diri kita. Pun sebaliknya bila kita menggunakan kaca mata ‘plus’, maka semua hal yang terjadi akan berdampak positif bagi kita. Atau kalau perlu kita menggunakan kaca mata’hiburan’ supaya apapun yang terjadi di tengah tengah bangsa ini merupakan hiburan bagi diri kita, sebagaimana seorang comics yang biasa tampil dalam acara stand up comedy yang berusaha mencari sisi lain dari fakta yang terjadi dan diolahnya menjadi sebuah ‘bit’ atau materi dalam ‘komedi’nya..

Penulis sangat tertarik pada materi yang dibawakan oleh Sammy @notaslimboy yang membawakan kondisi politik bangsa ini dengan kaca mata seorang ‘comics’ sehingga tidak menimbulkan keprihatinan bagi audiens, namun sebaliknya memecahkan tawa yang menggelegar bagi mereka yang mendengarkan. Artinya mari kita coba kupas beberapa fenomena tahun politik ini dengan kacamata lain sehingga tidak terkesan menakutkan bagi sebagian penduduk NKRI.

Tahun Politik

Sebagian besar masyarakat melihat tahun 2024 ini sebagai tahun politik, karena pada tahun ini dilaksanakan 2 hajat besar yaitu pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden Republik Indonesia. Meskipun sebenarnya gaungnya sudah terdengar sejak awal tahun 2013 dan pada kuartal terakhir tahun 2013 sudah mulai bermunculan foto model baru yang tidak hanya menghiasi media cetak, tapi juga semarak mewarnai pohon-pohon, dinding, dan aksesoris ruang publik lainnya. Mereka terhinggapi virus narsisme mulai dari gaya Alim yang lengkap dengan sorban-kopiah-sarung-sajadah bahkan gambar masjid sebagai latar belakang, hingga menggaet selebritis bahkan pemain sepakbola luar negeri sebagai pasangan dalam foto yang dipajang.

Dari sekian banyak poster tersebut yang menggelitik adalah ada salah satu poster dengan tulisan “Kalau mau pekerjaan coblos aku, kalau tidak nyoblos berarti aku yang nganggur” ha ha ha…..entah serius atau tidak tapi memang faktanya banyak juga yang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat karena berharap mendapatkan pekerjaan. Artinya menjadi wail rakyat dianggap sebagai sebuah pekerjaan layaknya pekerjaan lain, dan bukan sebagai tugas/pengabdian kepada masyarakat.

Dan masih banyak poster lain yang menggelitik rasa humor kita seperti salah seorang caleg pemuda menggunakan tagline “muda, kuat, dan bergairah” seperti iklan obat kuat yang biasa ditempel di pohon pohon sekitar kota.

Disamping urusan poster para caleg, juga yang menarik perhatian adalah adanya setoran sejak puluhan juta hingga milyaran rupiah bagi orang yang ingin men-caleg-an diri. Lalu kalau memang harus bermodal dana hingga ratusan juta rupiah maka tentu sang calon akan berharap mendapat kick-back dalam jumlah yang signifikan, karena kalau tidak demikian maka tentunya dengan nalar yang normal lebih baik dijadikan modal untuk berdagang dengan kemungkinan yang lebih besar untuk mendapatkan keuntungan. Sehingga bila fenomena seperti ini dianggap sebuah kelaziman, maka jangan harap ke depan kita memiliki wakil rakyat yang mau mengurus masyarakat hanya cukup dengan gaji atau pendapatan resmi lain yang diterima. Alih alih mengurus masyarakat secara profesional, malah sangat mungkin mengurus kantong sendiri agar balik modal terlebih dahulu untuk menutupi pengeluaran yang digunakan pada saat proses pen-caleg-gan. Dan kalau sudah keluar modal tapi gagal, tenang saja, karena ada sebuah rumah sakit jiwa di palembang yang menyiapkan 5 buah kamar VIP untuk menampung caleg yang stress karena tidak terpilih.

Tahun Krisis Ekonomi

Meskipun banyak pengamat yang mengatakan jatuhnya nilai tukar rupiah tidak akan menyebabkan krisis ekonomi secar nasional, namun dengan merangkak naiknya beberapa kebutuhan pokok yang dimulai dengan kenaikan elpiji hingga mencapai 80% dan akan diikuti oleh kenaikan tarif dasar listrik serta serombongan kenaikan kebutuhan lainnya tentu jika tidak dibarengi dengan kenaikan pendapatan masyarakat, maka hal ini akan menciptakan kesulitan hidup ditengah tengah masyarakat.

Tapi percayalah sesulit apapun keadaan masyarakat kita, maka akan dengan cepat tercapai kesetimbangan baru dalam arti masyarakat akan segera menyesuaikan diri dengan keadaan sulit tersebut. Karena masyarakat indonesia dikenal paling hebat dan cepat ber-adaptasi dengan lingkungan apapun. Sebut saja dalam urusan kuliner, sekalipun banyak makanan yang mengandung bahan berbahaya tapi ternyata sangat sedikit laporan medis yang diterima terkait konsumen yang sakit setelah men-konsumsi makanan tersebut.

Sehingga pemerintah atau siapapun yang mengatur negara ini sangat faham dengan sifat dari masyarakatnya, yaitu nrimo dan gampang lupa. Menerima segala sesuatu kebijakan pemerintah sebagai sebuah takdir dan dengan mudah melupakan segala sesuatu keburukan yang diterimanya setelah terhapus dengan kebaikan sesaat. Itulah sebabnya, rezim dimanapun di seluruh pelosok negeri ini akan tetap bertahan sepanjang bisa memberikan gula gula yang manis meskipun untuk waktu yang sangat singkat. Dan saking gampang lupanya, masyarakatpun sering lupa membedakan antara pilkada dengan pil KB. Yang satu bila sudah jadi maka akan lupa, sedangkan yang satunya kalau lupa maka akan jadi, he he he….

Jadi jangan takut akan krisis, karena menurut seorang ahli, masyarakat kita memiliki daya tahan adaptasi seperti seekor katak. Bila kita memasukkan seekor katak kedalam panci berisi air, lalu diletakkan di atas kompor, maka sekalipun kompor tersebut dinyalakan, sang katak tidak akan melompat keluar hingga mencapai suhu kritis lalu seketika katak tersebut …mati !. Artinya sang katak beradaptasi dengan cepat terhadap meningkatnya suhu air yang dipanaskan, hingga pada suatu titik dimana tubuhnya tidak bisa menahan suhu tersebut, maka akhirnya berakhirlah riwayat sang katak..

Itulah mungkin sebabnya justru yang menciptakan krisis malah pemerintah itu sendiri, yang seharusnya bertugas menjaga keamanan dan kenyamanan warga negaranya. Tapi uniknya di NKRI ini, malah pemerintah dan para elite-elitenya yang selalu gaduh sehingga masyarakat awam yang sibuk memikirkan dan membincangkan polah tingkah pemerintah dan elite. Sangat berbeda dengan masa sebelum reformasi, dimana justru pemerintah yang memikirkan nasib masyarakat, bukan masyarakat yang memikirkan pemerintah. Inilah paradoks yang akan berlanjut terjadi di negara yang kita cintai ini.

Sikap Masyarakat

Lalu jika demikian keadaannya, bagaimana kita sebagai masyarakat harus bersikap?? Bila merujuk pepatah “sing waras ngalah”, yang masih bisa berpikir normal sebaiknya mengalah. Maka kita tinggal duduk manis dan menonton berbagai pertunjukan kekonyolan tersebut. Tapi tentunya sidang pembaca tidak setuju jika kita apatis tidak melakukan apapun untuk memperbaiki negeri ini. Tapi bila ingin turut memperbaiki keadaan ini, apa yang harus dilakukan.

Meminjam bunyi iklan salah satu calon presiden yang berbunyi ‘jika bukan kita, siapa lagi, dan jika bukan sekarang, kapan lagi”, maksudnya adalah perubahan harus dimulai dari kita dan dimulai sekarang juga. Permasalahannya adalah kita yang mana? Apakah kita sebagai anggota parpol atau kita sebagai masyarakat awam?. Karena berkali kali kata “PERUBAHAN” digaungkan tapi tokoh yang berubah hanya nasib segelintir kalangan yang memposisikan sebagai elite di tengah tengah masyarakat. Dan nasib masyarakat awam hampir pasti selalu tergantung pada kebijakan para penguasa, menjadi masyarakat yang lemah dan tergolek tidak berdaya diombang ambingkan oleh gelombang kebijakan yang liar tak tentu arah.

Akhirnya, buka saja pikiran kita seluas luasnya sebelum melakukan dukungan atau pilihan, lalu ketika yang didukung terpilih menjadi wakil rakyat atau pejabat publik ya kita harus bersyukur, sekalipun pada akhirnya kebanyakan mereka akan lupa memperjuangkan aspirasi kita. Tokoh mereka akan mewakili kita sebagai rakyat, artinya kalau kita tidak sempat punya mobil mewah, maka mereka akan mewakili kita untuk memilikinya. Dan kalau kita tidak sempat keliling indonesia atau bahkan keliling dunia, maka merekapun akan mewakili kita berjalan-jalan dengan alasan studi banding, sedangkan kita cukup studi banting, he he he begitulah. Namanya juga berusaha menikmati apapun yang terjadi di negara Democrazy ini. Wassalam….

Artikel ini pernah terbit di Kompasiana.


      


Lebih baru Lebih lama