Kontroversi Mutasi, BOOM Nilai Hak Preogratif Wali Kota Cilegon Kebablasan

 

Ketua Presidium, Advokat dan Humas Aliansi BOOM

BANTENESIA.ID, CILEGON — Kebijakan Wali Kota Cilegon dalam melakukan mutasi rotasi beberapa hari lalu menjadi kontroversi dan menuai banyak sorotan banyak pihak  termasuk aliansi BOOM. Hal ini disampaikan Abdurahman Suhu tim advokasi dari Aliansi Barisan Organisasi dan OKP Mengkritisi, Senin (8/8/2022) di salah satu tempat di Cilegon.

Dikatakan Abdurahman, mutasi rotasi yang dilakukan Pemerintah Kota Cilegon terlalu tergesa-gesa dan kebablasan. Dia menilai hak preogratif yang dilakukan Wali Kota begitu keterlaluan.

"Kita melihat sinergitas antara Wali Kota dan Wakil Wali Kota dalam keretakan. Retak dalam kondisi yang tidak menentu. Sehingga kita selaku wadah dari BOOM sendiri merasa kecewa terhadap kepemimpinan Wali Kota." katanya.

Dalam hal pengangkatan mutasi atau rotasi itu menurut Abdurahman Suhu, Wali Kota diduga melanggar PP nomor 11 tahun 2017. Dimana letak dari PP itu sendiri ada kaitannya dengan Badan Kepegawaian dan Pembangunan Sumber Daya Manusia (BKPSDM).

Abdurahman mengatakan bahwa mutasi PNS atau ASN didalam poin 5 ayat 2 dilakukan dengan prinsip larangan konflik kepentingan. " Ini sudah kepentingan khusus, kepentingan politik. Sementara mengangkat hal sesuatu terkait mutasi dan rotasi harus kaji secara matang." ujarnya.

Selain itu, pelibatan pilihan semua pihak yang terkait seperti unsur Baperjakat, Sekda dan anggotanya yakni BKD perlu dilakukan. Sehingga tidak ada keraguan apakah sudah diusulkan kepada Wali Kota atau memang Wali Kota itu tidak mengetahui adanya kepangkatan yang telah dilakukan oleh Wali Kota itu sendiri.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa UU nomor 5 tahun 2014 pasal 73 ayat 7, mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip kepentingan. "Ini sudah jelas, Wali Kota ini mengangkat memutasikan, memberikan rotasi kepada hal-hal kelayakan PNS itu sendiri secara tidak faktual." terangnya.

Kemudian, ketika Wali Kota dan Wakil Wali Kita sudah tidak bersinergi, maka seakan-akan Wali Kota mengakibatkan abuse of power. Kenapa demikian, karena pemerintah daerah melampaui kewenangannya. Kalau sudah seperti itu menurut Abdurahman tata kelola pemerintah daerah yang dilakukan Wali Kota adalah amburadul.

"Contoh, satu pegawai atas nama Muhamad Isti Adi ini diangkat, tetapi didalam pengangkatan menjadi Kasubag pelaporan keuangan pada BPBD. Sementara pada jabatan tersebut masih diisi oleh seseorang. Artinya bahwa Wali Kota sudah melanggar peraturan perundang-undangan yang ada serta PP nomor 11 tahun 2017." kata Abdurahman.

Karena itu, Abdurahman Suhu selaku kuasa hukum dari Aliansi BOOM akan menggugat persoalan tersebut pada PTUN, Bahwa Wali Kota sudah abuse of power, Pemerintah sudah melampaui kewenangan. Meski demikian Abdurahman akan mengkaji lebih dalam dan memperhatikan apakah hal tersebut sudah memenuhi unsur atau belum.

Sementara itu, Maman Hilman humas dari aliansi BOOM sekaligus Ketua L-KPK Cilegon mengaku miris akibat mutasi dan rotasi yang dilakukan pemerintah Kota Cilegon lantaran berujung kepada kegaduhan.

Sederhananya kata dia, ada salah satu pegawai yang dari sisi kepangkatan memenuhi tapi syarat tapi tidak masuk. Lalu dari sisi sosial tidak masuk tapi tiba-tiba naik pangkat. Kemudian lagi, dia juga mencontohkan, suaminya menjadi kepala dinas, sementara sang istri menjadi anak buahnya. "Jadi saya pikir mutasi rotasi ini kebablasan, dari sisi etika tidak masuk dari sisi sosial juga tidak. Bolehlah ini menjadi salah satu hak preogratif dari Wali Kota, tapi juga ada kordinasi dengan Wakil Wali Kota dan ketua Dewan. Kalau begini saya melihat ada fenomenal yang tidak elok." ucapnya.

Ditempat yang sama, Mahdri arj, Ketua Presidium Barisan Organisasi dan OKP Mengkritisi (BOOM), mengatakan hal yang wajar jika BOOM mengkritisi, mengingat banyak keluarga dari mereka yang juga menjadi ASN. Karena itu, dirinya melihat banyak kejanggalan. Seperti halnya banyak golongan paling bawah yang menjadi kepala seksi, sementara yang lebih tinggi tidak, lalu bagaimana hal tersebut bisa terjadi.

Di sisi lain kata dia,  pemerintah dan DPRD sama-sama sebagai penyelenggara pemerintah daerah. Sehingga dalam hal mutasi rotasi perlu ada kordinasi dengan pihak DPRD tidak sesuai dengan keinginan sendiri seperti yang sudah terjadi.

"Jadi apa yang dikatakan tim advokat dan humas BOOM saya mengamini. Kalau memang kita perlu kunjungan ke Wali Kota dan Baperjakat untuk menanyakan hal itu, kenapa tidak?" ujar Mahdi.
Mengingat, itu merupakan hak dari BOOM yang juga merupakan  bagian dari ruh Kota Cilegon. (Aghata).


Lebih baru Lebih lama